arlina

jUSt fOr YOu

About mE

rose_photo

Bismillahirrohmanirrohiim. Akhirnya -tidak terelakkan lagi- pada titik inilah saya terpaksa membuka identitas diri saya yang berkenaan dengan tulisan-tulisan yang saya posting di sini, tidak lebih dari hanya sekedar sebagai pertanggungjawaban ilmiah terhadap apa yang sudah saya tulis. Yahh… semacam “owner disclaimer of content responsibility“… begitu lah,  tidak lebih…

Sebenarnya, hal itu sudah terlintas dalam benak saya… namun saya pikir… ah, siapalah saya ini.  Amat sangat tidak sepadan dengan apa yang sudah dilakukan oleh orang lain.  Lagipula… saya juga bukanlah siapa-siapa dan belum berbuat apa-apa… 

Namun, suatu saat saya ‘tersangkut’ membaca berita di blog-nya Mas Fatih Syuhud mengenai image indonesian bloggers yang ‘katanya penipu dan suka anonim’  ‘kurang kerjaan dan bodoh’. Tak lama kemudian pengunjung blog ini menyakan pula identitas diri. Itulah yang mendorong saya untuk, setidaknya, dapat sekedar menunjukkan kapabilitas keilmuan yang sedikit ini sehingga berkorelasi positif dengan apa yang sudah saya tulis…

Menyelesaikan pendidikan sarjana dari Universitas Sebelas Maret di  Surakarta, saya mengambil topik “Perlawanan Penduduk Sipil pada waktu Sengketa Bersenjata Internasional” sebagai topik skripsi, dengan bimbingan Prof. Haryomataram. Pada waktu itu, mata kuliah Hukum Humaniter telah diajarkan secara tersendiri sebagai mata kuliah pilihan (tidak disatukan dengan mata kuliah Hukum Internasional).  Setelah lulus, saya bekerja di almamater, tapi kemudian pindah ke Jakarta dan hingga sekarang tetap setia mengajarkan Hukum Humaniter ini kepada para murid saya di Fakultas Hukum Universitas Trisakti. Kemudian saya melanjutkan pasca sarjana di Universitas Padjadjaran Bandung dan tetap mengambil Hukum Humaniter sebagai thesis, kali ini dengan topik “Perlindungan Lingkungan Alam pada waktu Sengketa Bersenjata berdasarkan Hukum Humaniter”.

Tidak banyak kegiatan yang saya lakukan, tapi di antaranya saya sempat mengikuti summer course di Strasbourg, Perancis dan berbagai pelatihan, magang, workshop, atau seminar-seminar nasional, bermitra dengan institusi di lingkungan TNI maupun organisasi internasional seperti ICRC; dan juga mulai menulis buku. Namun, di antara berbagai kegiatan itu, yang paling berkesan buat saya pribadi, adalah ketika hasil kerja saya yang berupa presentasi studi kasus kejahatan perang  “Charlie Company” – nya Lt. William Calley (walaupun hanya dengan menggunakan PowerPoint), dapat ‘dimainkan’ untuk lingkungan TNI-AD baik di Jawa maupun Sumatera. Inilah apresiasi yang sungguh tiada terkira.

Saat ini saya lebih banyak di kampus untuk mengajar, bergabung dengan teman-teman lainnya di Pusat Studi Hukum Humaniter dan HAM (terAs) FH-USAKTI, dan diminta teman-teman untuk menjadi pemimpin redaksi “Jurnal Hukum Humaniter”. Ketika menulis ini, saya sering berpikir ‘alangkah enaknya cuma nge-blog dan punya social networking dari rumah’ dan pekerjaan berat itu sudah waktunya dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Ada banyak hal yang membuat saya harus merenungkan kembali perjalanan hidup saya. Saya pikir, saya tahu kapan waktunya untuk berhenti.

Awal Tahun 2024, menanti tujuh hari berlalu…

Tidak terbayangkan sebelumnya, bahwa akhirnya jari jemari ini mulai kembali menyentuh dan menghentak pelan huruf-huruf perangkai kata dan kalimat di blog yang telah lama saya tinggalkan yang ternyata masih setia berada di jagad maya…

Lima belas tahun sungguh menunjukkan waktu yang amat sangat panjang. Dan… saya tertegun, ternyata saya tidak lebih baik dari hari ketika saya mulai merangkum kata demi kata di blog ini untuk pertama kalinya…

Ada banyak hal yang membuat saya kembali…. entah itu penting atau tidak untuk saya pribadi, namun saya merasa ingin berbagi dengan Anda semua.. Banyak peristiwa penting yang terjadi dalam hidup saya, namun terlalu egois untuk mengatakannya secara langsung. Saya hanya merasa, ada banyak pelajaran hidup yang sangat berarti.. Bertemu berbagai individu lain dengan karakter mereka masing-masing; menjadi subjek dan objek dari berbagai peristiwa yang sangat biasa…; dan semuanya membawa perasaan saya untuk bersyukur bahwa saya masih diberi kesempatan untuk melalukan hal-hal yang menurut saya, dapat bermanfaat bagi sesama..

Pecahnya Perang Israel dan Hamas yang dimulai sejak 7 Oktober 2023 lalu, dan hingga hari ini yang makin menjadi brutal, merupakan salah satu trigger point mengapa saya kembali… namun, dengan kondisi psikologis yang sungguh berbeda di mana pada titik ini  saya merasa terjerembab dan lemas… Benarlah apa yang pernah dikatakan oleh Sayidina Umar bin Khattab a.s, bahwa dalam suatu titik dalam kehidupannya, Beliau hanya ingin menjadi debu saja….  Bertemu dengan orang-orang yang membuat saya merasa optimis kembali, dan semua kebetulan-kebetulan dalam my ordinary daily life  (walaupun sesungguhnya semuanya bukanlah suatu kebetulan belaka…) membuat saya kembali bersyukur atas kehidupan ini…

Wahai Sang Pembolak-balik hati.. tetapkanlah hati ini di atas jalan Mu…

sb10063698g-001

 

 

Pages: 1 2

  1. nice blog… keep blogging yah..
    😀

  2. Support2 spt ini bagaikan episode di pagi hari… udara segar, kicau burung, dan hari yang damai. Thanks ya… 🙂

  3. Salam kenal…. Terus maju… :mrgreen:

  4. Salam kenal juga ya… makasih…

  5. salam kenal .. thanks kunjungannya.

  6. “mengingat pernah mendapatkan pengalaman seru ketika pertama kali nge-blog…”

    Wah kalau “seru” biasanya asikk yah 🙂

  7. Nice Blog, tampilan simple tapi keren, isinya Oke.
    Salam Blogger…
    Thanks juga ya Irfan… atas petanya yg oke..!

  8. mbak yang ada dibuku mbk kok ngk di tampilin c, pdhal bgus lho……………….

  9. oh ya maf ngk sopan…………..salam kenal

  10. mbk tolong muat tentang tentara bayaran dnk………………menarik banget tuh

    Terimakasih sarannya… tentang tentara bayaran… tunggu aja ya…

  11. keep blogging,bu. btw “charlie company” itu kasus apa yah? 🙂

    Itu kasus kejahatan perang (war crimes) yang dilakukan tentara AS (Kompi Charlie; di bawah komando Letnan William Calley) di kota My Lai, Vietnam. Sebagai referensi menarik, mungkin Eka bisa membaca buku “Four Hours in My Lai” karangan Michael Bilton dan Kevin Sim. Saya juga merencanakan memberikan review nya di blog ini, tapi mungkin masih agak lama… :”> Thanks, Eka.

  12. bu, sxan ttg hak dan tgjwb militer dalam hal kasusistik pemilu..

    waduhh.. kalo kaitan militer dengan pemilu, saya ngga tahu deh 😉

  13. Hebat Lily…

    Kita ‘kan sama-sama belajar… bukan begitu…? 🙂

  14. Mantap,…tampilannya menarik..

    Hey Lily .

    Trims yaa… ditunggu kritikannya nih…

  15. assalamu’alaikum..
    mba arlina..makasih kunjungannya…
    semoga sukses selalu ya . . .
    kpn2 bagi2 ilmunya ke saya ya mba…
    biar saya jadi pinter ky mba arlina..
    CU…
    wassalam…

    Wa’alaikumsalam Sigit… sukses selalu juga ya buatmu…

  16. bu Arlina;…sbenarnya siapa sih yg hrs melaksanakan dan mengawal Hukum Humaniter manakala terjadi konflik antar negara apalagi nek sing terlibat negara adidaya. tks

    Amak, terimakasih pertanyaannya…

    Sebenarnya prioritas pertama yang harus melaksanakan Hukum Humaniter adalah negara yang bersangkutan, di mana di wilayahnya terjadi pelanggaran2 Hukum Humaniter. Kewajiban ini tercantum dalam pasal2 mengenai pelaksanaan konvensi (Pasal 49-54 konvensi Jenewa I; Pasal 50-53 Konvensi Jenewa II; Pasal 129-132 Konvensi Jenewa III dan Pasal 142-149 Konvensi Jenewa IV). Mengapa harus negara yang bersangkutan? Ini tidak lain hampir semua negara telah menjadi pihak pada Konvensi Jenewa 1949 ini, termasuk Indonesia (mengenai status negara2 pihak pada Konvensi Jenewa 1949, dapat dilihat pada situs ICRC (http://www.icrc.org/IHL.nsf/(SPF)/party_main_treaties/$File/IHL_and_other_related_Treaties.pdf), sehingga bila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan konvensi (yang merupakan suatu perjanjian internasional), maka timbullah tanggung jawab negara sebagaimana nampak pada pasal-pasal yang telah disebutkan. Di samping itu, prinsip hukum lainnya yang tercermin dalam hal ini adalah prinsip yurisdiksi teritorial; maksudnya jika terjadi pelanggaran hukum humaniter di suatu wilayah negara, maka negara yang bersangkutan lah yang memiliki prioritas pertama untuk menindaknya, bukan negara lain atau mahkamah pidana internasional.

    Adapun yang mengawal Hukum Humaniter, adalah suatu organisasi internasional yang dikenal dengan nama Komite Internasional Palang Merah (International Committee of the Red Cross atau disingkat ICRC), yang memiliki latar belakang sejarah berkenaan dengan pengembangan hukum humaniter itu sendiri. Namun, memang tidak hanya ICRC sendiri saja yang dapat mengawal atau mengawasi. Masyarakat internasional termasuk NGO secara umum dapat pula melaksanakan tugas tersebut.

  17. salam bu. lama gak di update nih blognya. lg sibuk yah. oh iya, sy br baca Kompas hr ini, ada berita ICRC diminta keluar dari Papua oleh Pemerintah, alasan resminya karena perjanjian antara ICRC dan Pemerintah telah selesai. ada komentar bu? mungkin ada sesuatu yang tersirat yg ibu ketahui ttg mengapa ICRC diminta keluar oleh Pemerintah:)

    Halo Eka… Iya nih… belum sempet update blog lagi, baru jawab2 pertanyaan aja. Mudah2an saya bisa segera posting lagi di blog ini.

    Ya, saya jga telah membaca berita itu. Secara detail mengenai perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan ICRC (tahun 1977 dan 1987) saya sendiri tidak tahu, Eka. Namun secara umum ada beberapa prinsip2 HI yang bisa kita lihat di sini : pertama, prinsip yurisdiksi (negara) teritorial. Prinsip ini merupakan prinsip mutlak yang dimiliki oleh suatu negara sebagai perwujudan dari doktrin persamaan derajat antarnegara. Antar negara yang berdaulat, masing-masing pihak harus saling menghormati dan tidak melakukan pelanggaran2 yang berkenaan dengan antara lain integritas teritorial (politik, ekonomi, dll). Jadi, kalau negara lain saja harus menghormati integritas teritorial negara lainnya (misalnya dengan tidak melakukan pelanggaran batas2 wilayah), maka apalagi jika yang terlibat itu adalah suatu organisasi internasional (walaupun juga merupakan subyek HI namun derajatnya tidak sama dengan negara). Kehadiran organisasi internasional yang bersifat sui generis seperti ICRC dalam konflik antar negara secara otomatis, memang dapat dipahami karena memang merupakan mandatnya. Namun dalam konteks seperti di Indonesia saat ini, yang tidak sedang dilanda konflik internasional, kehadiran suatu entitas asing memang harus tunduk pada prinsip yurisdiksi negara, dengan mengajukan ijin (“permition”). Bahkan dalam konflik internal saja, kehadiran ICRC di suatu negara untuk melakukan mandatnya harus berdasarkan persetujuan Pemerintah yang bersangkutan; sebagaimana tercermin dalam Pasal 3 alinea ke-2 kalimat pertama (apalagi dalam keadaan damai). Dengan perkataan lain, dalam hal ini kehadiran ICRC memang harus berdasarkan persetujuan yang diberikan oleh Pemerintah yang memiliki kewenangan mutlak. Dalam kasus ini, saya yakin bahwa pada awalnya pihak ICRC telah melakukan hal tersebut (dibuktikan dengan adanya ke dua perjanjian tersebut di atas).
    Namun, ada prinsip lainnya yang telah kita ketahui, yakni bahwa ada masa berakhirnya suatu perjanjian (“termination of treaty”). Jika benar apa yang diberitakan oleh mass media, bahwa ICRC tidak merespons rancangan MOU tahun 2004 dari Pemerintah dalam rangka perpanjangan ke dua perjanjian tersebut di atas, maka tentu saja hal ini sangat mengecewakan sekali, dan tentu saja Pemerintah berhak untuk melakukan tindakan-tindakan hukum terhadap siapapun yang melakukan pelanggaran di wilayah teritorialnya.

  18. saya sangat paham bahwa prinsip kedaulatan negara merupakan perihal yang sangat sensistif dalam HI. Namun, jika alasan itu digunakan untuk melindungi kejahatan atau pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara, menurut saya itu juga tidak benar. Menurut pendapat saya -CMIIW- situasi di Papua kan memang rentan atas represi negara thdp penduduk sipil (internal conflict), dan pemerintah sangat ketakutan jika unsur asing (dlm hal ini ICRC) menguak apa yg sebenarnya terjadi di sana sehingga pemerintah memanfaatkan habisnya waktu perjanjian antara ICRC dengan pemerintah untuk mengusir ICRC. Jika perjanjian itu telah habis dari 2004, mengapa pengusiran itu baru sekarang dilakukan pada saat situasi di Papua kembali mencekam? Pengusiran ICRC bs menjadi preseden buruk bagi Indonesia apalagi dengan dalih yg sangat normatif (berakhirnya perjanjian). Apakah ibu melihat jg motif-motif seperti yg saya lihat ? -konspirasi mode on 🙂 –

    Hmmmm, justru sebaliknya saya melihat, Pemerintah sudah sangat cukup memberikan toleransi terhadap ICRC sedemikan longgarnya (jika memang demikian keadaannya). Kalau saya sih keliatannya selalu merespons secara normatif deh, karena ngga pernah belajar ilmu politik, hehehe… (-kompor mode on) Yah, mudah2an yang terjadi hanyalah kesalahpahaman yang tidak perlu ya, sehingga masalah ini tidak berlarut-larut…

    Adapun situasi di sana, juga di bagian lain dari negara kita ini, memang sangat fluktuatif. Saya saat ini tidak dalam posisi yang langsung percaya penuh pada ‘apa yang saya baca di koran’, melainkan lebih memilih memberikan kepercayaan spt itu pada ‘apa yang saya lihat di lapangan’ (fyi : saya pernah melakukan diseminasi hukum humaniter di Papua dan pada saat itu mass media heboh memberitakan terjadi kekerasan dan huru hara yang mengakibatkan sebuah rumah hancur… setelah dicek, ternyata hal tersebut jauh dari apa yang diberitakan (dinding rumah ternyata jebol kira-kira sebesar bola kaki). Asal tahu aja, waktu itu justru saya sedang diseminasi atas permintaan dari ICRC Delegasi Jakarta dan saat itu bersama-sama anggota delegasinya ke lokasi kejadian… )

  19. oh begitu yah bu. tapi menurut saya pemilihan kata pengusiran bukanlah kata yang bijak dalam kerangka diplomasi. terkesan kyk di- persona non grata-kan 🙂 saya juga masih menaruh “curiga” atas info2 yg diberikan media, terkadang mereka tidak memberitakan namun menyimpulkan heheheh.

    Nah… kali ini saya setuju deh dengan kalimat terakhir Eka.. tapi bukan saya lho yang mengatakan demikian…. trus kata-kata “pengusiran”…? hmmm bener ga ya… belum tentu juga kan… au’ ah elaaap.. (kaburrrr : mode on) 😀

  20. berarti selama ini kita berada di garis yg berbeda yah bu 🙂 tp gpp, berbeda itu kan rahmat Allah jg. Hehehe

    Yang ngeri kalau semua pikiran orang Indonesia sama… wah… gimana tuh? 😉

  21. bu, jika ada waktu sempatkan berkunjung ke rumah maya saya yah, soalnya lg ikutan kompetiblog nih. sekalian tolong dikomentarin juga postingannya. terima kasih 🙂 (kok seperti memaksa yah heheh)

    Eka..gimana.. masih ikutan kompetiblog? saya baru aktif ngeblog lagi nih…

  22. ibu saya vemy kelas hukum humaniter ibu..
    nim saya 01005647…

    hmmm… udh lulus kan? saya njawabnya baru berani setelah lewat semester… 🙂

  23. Assalamualaikum, maaf mau bertanya bu, TERAS dibuka jam berapa aja ya bu? saya hendak membaca-baca untuk referensi skripsi saya, trimakasih sebelumnya, Assalamualaikum

  24. Assalamualaikum, maaf mau bertanya bu, TERAS dibuka jam berapa aja ya bu? saya hendak membaca-baca untuk referensi skripsi saya, trimakasih sebelumnya

    wa’alaikumsalam, Najmi… terAs biasa buka pada jam2 kerja kok… kalau ada perlu minta tolong saja sama petugas di lantai 5 (mas tole)… biasanya saya ngider tuh… kalo ngga di lantai 5, ya lantai 3..2…1…8…

  25. Ibu Arlina, blognya bagus sekali, sangat bermutu, bangga deh pernah jadi mahasiswa Ibu arlina 🙂

    Terimakasih, Lidwina… Jadi ingat waktu di kelas dulu ya… ^,^

  26. salam

    wah pasti lg sibuk yah bu sampai belum sempat renovasi2 “rumahnya” lagi. 😀

  27. wah Ibu Arlina blognya bagus sekali. benar benar sangat bermanfaat sekali buat perkuliahan 🙂

  28. Iya benar bu arlina, banyak bahan kuliah ttg hukum humaniter yang saya dpt dari blog ibu 🙂

Leave a comment